Senin, 05 April 2010

Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Pembiayaan

Beberapa variabel yang dianggap paling dominan mempunyai hubungan dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Variabel yang akan diteliti adalah simpanan (DPK), modal sendiri, NPL yang ditargetkan, dan prosentase bagi hasil dan atau markup keuntungan
yang diterima bank.

Simpanan/DPK
Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1) disebutkan bahwa, “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.





a) Giro
Rekening Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menerbitkan cek untuk penarikan tunai atau bilyet giro untuk pemindahbukuan,sedangkan cek dan bilyet giro ini dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
b) Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet giro atau alat lain yang dapat dipersamakan

c) Deposito
Deposito adalah Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai tanggal yang diperjanjikan antara depposan dan bank.
Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah
yang bersangkutan.”Secara teknis yang dimaksud simpanan adalah seluruh dana yang dihasilkan dari produk penghimpunan dana pada perbankan syariah, seperti giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan dan deposito mudharabah. Menurut Siamat (1993), Rose

NPL yang Ditargetkan
Not Perfoming Loan (NPL) merupakan pembiayaan yang buruk yaitu pembiayaan
yang tidak tertagih. Besarnya NPL mencerminkan tingkat pengendalian biaya
dan kebijakan pembiayaan/kredit yang dijalankan oleh bank. Faktor-faktor yang
menyebabkan pembiayaan yang buruk ini (Rose-Kolari, 1995) antara lain karakter
buruk peminjam, adanya praktek kolusi dalam pencairan pembiayaan, kelemahan
manajemen, pengetahuan dan ketrampilan, dan perubahan kondisi lingkungan. Untuk menekan atau meminimalkan tingkat NPL ini perlu dilakukan analisis pembiayaan. Semakin ketat kebijakan kredit/ analisis pembiayaan yang dilakukan
manajemen bank (semakin ditekan tingkat NPL) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun. Hal ini disebabkan karena waktu proses pembiayaan yang cukup lama, analisis pembiayaan yang
mendalam, bahkan ada calon nasabah yang merasa privasi pribadinya terganggu (merasa tidak dipercaya) karena adanya analisis karakter yang mendalam, sehingga calon nasabah merasa lebih baik meminjam (pindah) ke bank lain yang lebih lunak dalam melakukan analisis pembiayaan/kebijakan kredit. Kalau data NPL yang ditargetkan tersedia (dapat diungkapkan) akan lebih baik/tepat dalam mencari pengaruh atau hubungan yang ada terhadap jumlah pembiayaan. Karena tidak tersedia (tidak adanya) data ini, menurut penulis, tingkat NPL yang ada bias menunjukkan tingkat kebijakan kredit yang dilaksanakan oleh manajemen bank.
Menurut Siamat (1993), Rose dan Kolari (1995), Syafi’i Antonio (2001), Suyatno (2001), Muhamad (2002), dan Karim (2004) pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPL (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya.

Modal Sendiri
Menurut Zainul Arifin (2002) secara tradisional, modal didefenisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkanbnilai buku, modal didefenisikan sebagai kekayaan bersih (net worth) yaitu selisih antara nilai buku dan aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban(liabilities). Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank dapat diperoleh dari beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal bank diperoleh
dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan memperoleh hasil keuntungan di masa yang akan datang.
Bank sebagai unit bisnis membutuhkan darah bisnis, yaitu berbentuk modal.
Dengan kata lain, modal bank adalah aspek penting bagi suatu unit bisnis bank. Sebab beroperasi tidaknya atau dipercaya tidaknya suatu bank, salah satunya sangat dipengaruhi oleh kondisi kecukupan modalnya. Menurut Johnson and Johnson (1985), modal bank mempunyai tiga fungsi yaitu pertama, sebagaipenyangga untuk menyerap kerugian
operasional dan kerugian lainnya. Kedua, sebagai dasar untuk menetapkan batas maksimum pemberian kredit. Ketiga, modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif untuk menghasilkan keuntungan.
Menurut Siamat (1993), Rose dan Kolari (1995), Syafi’i Antonio (2001), Suyatno (2001),aMuhamad (2002), Sudarsono (2003) dan Karim (2004) salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan (loan) adalah modal sendiri (ekuitas), sehingga semakin besar sumber dana (ekuitas) yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula.

Prosentase Bagi Hasil
Bank syariah menerapkan marjin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis NCC (Natural Certainty Contract), yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu, seperti pembiayaan murabahah, ijarah, muntahia bit tamlik, salam, dan istishna. Penetapan besarnya marjin keuntungan dilakukan dengan referensi marjin keuntungan, yaitu marjin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO (Assets and Loans Committee) bank syariah (Karim, 2004). Penetapan marjin keuntungan pembiayaan berdasarkanrekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO bank syariah, dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu Direct Competitor’s Market Rate (DCMR), Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR), Expected Competitive return for Investors (ECRI), Acquiring Cos, dan Overhead Cost.
Bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis NUC (Natural Uncertainty Contract), yakni akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan baik dari segi jumlah maupun waktu, seperti mudharabah dan musyarakah.
Penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan ditentukan dengan mempertimbangkan referensi tingkat marjin keuntungan dan perkiraan tingkat keuntungan bisnis/ proyek yang dibiayai. Referensi tingkat marjin keuntungan adalah referensi tingkat marjin keuntungan yang ditetapkan oleh rapat ALCO. Menurut Syafi’i Antonio (2001), Muhamad (2002), dan Karim (2004) tingkat biaya pembiayaan (marjin keuntungan) berpengaruh terhadap jumlah permintaan pembiayaan syariah. Bila tingkat marjin keuntungan lebih rendah daripada rata-rata suku bunga perbankan nasional, maka pembiayaan syariah semakin kompetitif. Siamat (1993) dan Suyatno (2001) berpendapat bahwa tingkat suku bunga akan berpengaruh terhadap jumlah kredit di pasar
perbankan.
Menurut Rose dan Kolari (1995) jumlah permintaan pembiayaan/pinjaman (loan) oleh masyarakat berhubungan terbalik dengan tingkat suku bunga. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku bunga maka akan semakin sedikit jumlah permintaan pinjaman, dan sebaliknya. Jumlah penawaran pembiayaan oleh bank berhubungan searah dengan tingkat suku bunga, atau semakin tinggi tingkat suku bunga maka semakin tinggi pembiayaan yang ditawarkan.
Penelitian Kurniawan (2001: 61) menunjukkan bahwa suku bunga pinjaman. mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap penyaluran dana kredit usaha kecil oleh bank-bank di Indonesia. Penelitian Sadwianto tersebut dengan data tahun 1992- 1997, dimana menurut penulis pada waktu itu posisi tawar nasabah (usaha kecil dan menengah) relatif lemah dibanding posisi tawar perbankan. Hal ini berbeda dengan kondisi sekarang dimana kompetisi industry perbankan relatif sangat tinggi dan nasabah relatif lebih kritis dan rasional dalam memilih sumber-sumber pendanaan. Dengan demikian, semakin rendah tingkat margin yang diambil oleh bank syariah akan semakin besar pembiayaan yang diminta oleh masyarakat dan atau akan semakin besar pula pembiayaan yang dapat disalurkan olehbank.

1 komentar: