Kamis, 14 Oktober 2010

1. Pengertian etika
- Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral
- etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
2. Contoh etika & penerapannya di masyarakat
- ’Jangan berzina’, ’Jangan selingkuh’, ’Jangan memfitnah’ merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar atau mudah diberi ’dispensasi’
- Perintah untuk mengembalikan barang orang lain atau barang yang dipinjam dari orang lain selalu berlaku. Tidak peduli orang tersebut lupa atau tidak.
- Berbicara kotor’ tidak pernah diperbolehkan. ’Jangan berbicara kotor’ merupakan suatu norma etika. Tidak peduli orang berbicara kotor pada orang yang dikenal maupun orang tak dikenal.
-Perintah untuk mengembalikan barang orang lain atau barang yang dipinjam dari orang lain selalu berlaku. Tidak peduli orang tersebut lupa atau tidak.
3. Contoh etiket
- Seseorang yang bertamu ke rumah orang lain, harus mengetuk pintu dulu sebelum masuk atau memberi salam. Dianggap melanggar etiket jika tamu langsung masuk dan duduk tanpa dipersilahkan terlebih dahulu. Atau langsung masuk rumah dan berkata “Dimana si A?” atau “Saya mencari si A”
- ’Berbicara kotor’ tidak pernah diperbolehkan. ’Jangan berbicara kotor’ merupakan suatu norma etika. Tidak peduli orang berbicara kotor pada orang yang dikenal maupun orang tak dikenal.
- Jika di restoran mewah atau perjamuan para pejabat, orang tidak diperkenankan makan dengan tangan. Dianggap melanggar etiket jika makan tidak pakai sendok dan garpu.
-Memakai pakaian terbuka bagi budaya timur tengah tidak diperbolehkan tetapi bagi budaya barat itu hal yang biasa

4. Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume untuk menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan2 ketat moralitas yang tidak mencerminkan perubahan2 radikal di zamannya.
Gagasan Utilitarianisme yang menyatakan bahwa ‘kebahagiaan itu adalah hal yang diinginkan dan satu-satunya tujuan yang diinginkan, semua hal lain diinginkan demi mencapai tujuan itu’ jelas mirip dengan gagasan Hedonisme. Dan Hedonisme, seperti kita tahu, adalah keyakinan klasik bahwa kenikmatan, kebahagiaan atau kesenangan adalah kebaikan tertinggi dalam kehidupan..
menurut saya Asas utilitarisme itu sering bertentangan dengan aturan2 moral yang sudah ada,karena untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan itu terkdang kita tidak m menggunakan etika dan etiket.

Rabu, 13 Oktober 2010

COBIT

PT. KERETA API INDONESIA
BERBASIS FRAMEWORK COBIT

COBIT dikembangkan sebagai suatu generally applicable and accepted standard for good Information Technology (IT) security and control practices . Istilah “ generally applicable and accepted ” digunakan secara eksplisit dalam pengertian yang sama seperti Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Pembahasan ini mencoba memberikan suatu usulan model Tata Kelola TI untuk PT. Kereta Api (Persero) dengan mengacu kepada standar COBIT (Control Objectives for Information and Related Technology).
COBIT’s “good practices” mencerminkan konsensus antar para ahli di seluruh dunia. COBIT dapat digunakan sebagai IT Governance tools, dan juga membantu perusahaan mengoptimalkan investasi TI mereka. Hal penting lainnya, COBIT dapat juga dijadikan sebagai acuan atau referensi apabila terjadi suatu kesimpang-siuran dalam penerapan teknologi.
COBIT merupakan model standar Tata Kelola TI yang telah mendapatkan pengakuan secara luas. Standar COBIT digunakan karena memiliki kompromi yang cukup baik dalam keluasan cakupan pengelolaan dan kedetilan proses-prosesnya dibandingkan dengan standar-standar lainnya. Penelitian ini difokuskan pada dua domain utama COBIT, yaitu Planning and Organisation (PO) dan Acquisition and Implementation (AI).
Untuk mengimplementsikan COBIT PT KAI pertama kita harus mengetahui visi dan misi PT KAI, Selanjutnya dilakukan identifikasi management awareness terhadap fungsi aset TI yang dimilikinya dalam mendukung tercapainya visi dan misi perusahaan melalui kuesioner. Dari kedua data tersebut, maka dapat ditentukan target kematangan (expected maturity level) yang sesuai untuk PT. Kereta Api (Persero). selanjutnya dilanjutkan dengan melakukan penilaian current maturity level melalui kuesioner dan wawancara kepada responden yang terkait pengelolaan TI. Data expected dan current maturity level masing-masing proses TI kemudian dianalisis untuk melihat gap yang ada, dan selanjutnya ditentukan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi gap tersebut.
Dari hasil yang diketahui dari beberapa sumber yang telah diketahui, bahwa ekspektasi manajemen PT. Kereta Api (Persero) terhadap TI yang dimilikinya dalam menunjang proses bisnis perusahaan ternyata sangat tinggi. Sebanyak 94,12% proses TI COBIT pada domain PO dan AI diharapkan untuk dilakukan di PT. Kereta Api (Persero). Dengan melihat visi dan misi, tujuan perusahaan, serta target penerapan TI yang tercantum dalam Master Plan TI PT. Kereta Api (Persero), dapat disimpulkan bahwa pengelolaan TI di PT. Kereta Api (Persero) haruslah memiliki tingkat kematangan (maturity level) pada skala 4 (managed and measurable).
Pada pengukuran kematangan proses TI di PT. Kereta Api (Persero), terlihat bahwa 37,50% proses TI COBIT domain PO dan AI telah berada pada tingkat kematangan 4 (managed and measurable), dan 62,50% memiliki kematangan pada skala 3 (defined process). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar proses masih memiliki gap yang harus diatasi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi gap tersebut telah diuraikan dalam penelitian ini. Analisis gap dari level 3 ke level 4 secara umum berkisar pada proses pendefinisian kebijakan untuk seluruh aktifitas terkait TI di PT. Kereta Api (Persero) dan dilanjutkan dengan pendokumentasiannya. Proses selanjutnya adalah melakukan review secara berkala terhadap kebijakan atau prosedur yang telah disusun agar selalu sesuai dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal PT. Kereta Api (Persero).
Pengelolaan TI yang disertai perencanaan dan penetapan ukuran-ukuran yang jelas sejak awal seperti yang dibentuk dengan menggunakan standar COBIT akan memastikan suatu pengelolaan yang efektif dan efisien, dan menjadikan aset TI yang dimiliki menjadi penunjang utama tercapainya visi dan misi PT. Kereta Api (Persero) yang telah ditetapkan.
Selama beberapa periode IT mampu memberikan keunggulan kompetitif
IT sama halnya dengan teknologi lain yang terlebih dahulu ada seperti mesin uap dan jalur kereta api, telegraf dan telepon serta teknologi lainnya yang disempurnakan oleh industri. Ketika ketersediaan IT meningkat dan harga turun, mereka berubah menjadi suatu komoditas/sumber daya dan tidak terlihat sebagai sebuah strategi.
Oleh karena itu hal-hal yang harus dilakukan manajemen Pt KAI antara lain:
1.Melakukan evaluasi ulang untuk menyegarkan siklus IT.
2.Menahan diri melakukan upgrade IT yang biasanya ditawarkan vendor.
3. Mengurangi pemborosan. Estimasi Computerworld bahwa sekitar 70% kapasitas penyimpanan pada jaringan berbasis Windows digunakan menampung hal-hal yang kurang penting bagi perusahaan.
4. Melakukan penundaan investasi IT hingga terbentuk standar dan best practice yang mapan.
5. Lebih agresif dalam melakukan kendali terhadap biaya dan resiko yang ditimbulkan IT disbanding keunggulannya.
6. Memantau perkembangan teknologi untuk menjadi fast-follower daripada mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menjadi first mover tetapi tidak mendapatkan keuntungan yang berarti.

Material Requirement Planning

1. Pengertian Material Requirement Planning
Pengaturan material mempunyai pengertian sebagai suatu pengaturan yang mencangkup hal- hal yang berhubungan dengan sistem persediaan yang sekaligus sistem informasinya, agar dicapai sistem pengadaan material yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat bahan, dan tepat harga. Sistem pengaturan ini kemudian dikenal dengan perencanaan kebutuhan bahan baku atau dalam istilah asing dikenal sebagai MRP (Material Requirement Planning), (Yamit,1996).
Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantungan. (Dependent demand items). Permintaan dependent adalah komponen barang akhir-seperti bahan mentah, komponen suku cadang dan subperakitan-dimana jumlah sediaan yang dibutuhkan tergantung (dependent) terhadap jumlah permintaan item barang akhir. Contoh, dalam perencanaan produksi sepeda, permintaan dependen dari sediaan yang mungkin adalah aluminum, ban, jok, dan rantai sepeda.

2. Tujuan MRP
Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat baik berupa pembatalan pesanan, pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Aksi ini sekaligus merupakan suatu pegangan untuk melakukan pembelian dan/ atau produksi.
Tujuan dari perencanaan kebutuhan bahan baku adalah sebagai berikut (Yamit, 1996) :
1. Menjamin tersedianya material, item, atau komponen pada saat dibutuhkan untuk memenuhi jadwal induk produksi dan menjamin tersedianya produk jadi bagi konsumen.
2. Menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum
3. Merencanakan aktifitas pengiriman, dan aktifitas pembelian

3. Prasyarat dan Asumsi dari MRP
Tujuan dari MRP untuk menghasilkan informasi persediaan yang mampu digunakan untuk mendukung melakukan tindakan secara tepat dalam melakukan produksi. Agar MRP dapat berfungsi dan dioperasionalisasikan dengan efektif ada beberapa persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah : (Gaspersz, 1998)
a. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), yaitu suatu rencana
produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu produk akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus diproduksi. Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik, serta jadwal pemesanan produk dari pihak konsumen.
b. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus. Hal ini disebabkan karena biasanya MRP bekerja secara komputerisasi dimana jumlah komponen yang harus ditangani sangat banyak, maka pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian komponen, perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan yang jelas antara satu dengan yang lainnya.
c. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini tidak diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat banyak dan proses pembuatannya sangat komplek. Walaupun demikian, yang penting struktur produk harus mampu menggambarkan secara gamblang langkah-langkah suatu produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi.
d. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan status persediaan sekarang dan yang akan datang.

Ada 4 macam yang menjadi ciri utama MRP, yaitu: (Nasution,1992)
a. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu pekerjaan akan selesai (material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan produk yang dijadwalkan berdasarkan MPS yang direncanakan.
b. Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan menentukan secara tepat sistem penjadwalan.
c. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan suatu pesanan harus dilakukan.
d. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang dikehendaki, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melaksanakan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis. Seandainya penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan terhadap suatu pesanan harus dilakukan.

4. Input, proses, output MRP
Penggunaan MRP dimulai dengan mengestimasikan produk-produk apa saja yang dibutuhkan pada periode selanjutnya berdasarkan master production schedule. Software MRP selanjutnya menghitung waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi manufaktur, Estimasi waktu perakitan diterapkan pada setiap produk. Kemudian, sistem tersebut mengelompokkan produk dalam daftar bills of materials untuk dikembangkan oleh departemen teknik.
Sistem ini bekerja melalui proses input dan output. Proses input dimasukkan dalam software yang digunakan untuk proses output. Proses input dan output dalam MRP mencakup :
- Input MRP
Ada 3 Input yang dibutuhkan dalam konsep MRP yaitu (Nasution,1992):
• Jadwal Induk Produksi (Master production schedule)
Merupakan suatu rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara kuantitas setiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaannya
• Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material)
Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya. Informasi yang dilengkapi untuk setiap komponen ini meliputi :
- Jenis komponen
- Jumlah yang dibutuhkan
- Tingkat penyusunannya
Selain ini ada juga masukan tambahan seperti :
- Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan
- Peramalan atas item yang bersifat tidak bergantungan.
• Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan :
- Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
- Jumlah barang dipesan dan kapan akan datang (on order Inventory )
- Waktu ancang – ancang ( lead time ) dari setiap bahan.
Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item dan diperbaharui setiap terjadi perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan.

- Proses MRP
Langkah - langkah dasar dalam penyusunan Proses MRP (Nasution,1992)
1. Netting (kebutuhan bersih) : Proses perhitungan kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan.
2. Lotting (kuantitas pesanan) : Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
3. Offsetting (rencana pemesanan): Bertujuan untuk menentukan kuantitas pesanan yang dihasilkan proses lotting. Penentuan rencana saat pemesanan ini diperoleh dengan cara mengurangkan saat kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (Lead Time).
4. Exploding: Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level) yang lebih bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas rencana pemesanan.

- Output MRP
Keluaran MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari MRP, yaitu : (Gaspersz, 1998)
a. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah penentuan jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang.
b. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi pembeli yang akan digunakan untuk bernegosiasi dengan pemasok, dan berguna juga bagi manejer manufaktur, yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi.
c. Changes to planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah direncanakan) adalah yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan, pengubahan jumlah pesanan.
d. Performance Report (Laporan Penampilan) suatu tampilan yang menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan stock dan ukuran yang lain. Terlihat pada gambar Sistem MRP

5. Metode Penentuan Lotting dalam MRP
Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan dari masing-masing periode horison perencanaan dalam MRP ( material requirment Planning).
Didalam ukuran lot ini ada beberapa pendekatan yaitu:
1. Menyeimbangkan ongkos pesan (set up cost) dan ongkos simpan.
a. Biaya pemesanan ( order cost ) adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan bahan atau bahan dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa biaya penulisan pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai / perangko, biaya faktur, biaya pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya transportasi. Sifat biaya pemesanan ini adalah semakin besar frekuensi pembelian semakin besar biaya pemesanan.
b. Biaya Penyimpanan.
Komponen utama dari biaya simpan ( carrying cost ) terdiri dari :
a) Biaya Modal, meliputi : biaya yang diinvestasikan dalam persediaan, gedung, dan peralatan yang diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan.
b) Biaya Simpan, meliputi : biaya sewa gudang, perawatan dan perbaikan bangunan, listrik, gaji, personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya penyusutan dan perbaikan peralatan. Biaya tersebut ada bersifat tetap (fixed ), variabel, maupun semi fixed atau semi variabel.
2. Menggunakan konsep jumlah pesanan tetap.
3. Dengan jumlah periode pemesanan tetap.


Terdapat 10 Alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot.
Kesepuluh teknik adalah sebagai berikut :
a. Fixed Order Quantity (FOQ)
Pendekatan menggunakankonsep jumlah pemesanan tetap karena keterbatasan akan fasilitas. Misalnya : kemampuan gudang, transportasi, kemampuan supplier dan pabrik.
b. Lot for Lot (LFL)
Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan.
c. Least Unit Cost (LUC)
Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos unit perkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan didasarkan :
ongkos perunit terkecil = (ongkos pesan per unit) + (ongkos simpan per unit)
d. Economic Order Quantity (EOQ)
Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut.
e. Period Order Quantity (POQ)
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun.
f. Part Period Balancing (PPB)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya.
g. Fixed Periode Requirement (FPR)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan.
h. Least Total Cost (LTC) :
Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan diminimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan per unit-nya hampir sama dengan ongkos pengadaannya/ unitnya.
ongkos total = (ongkos simpan) + (ongkos pengadaan)
i. Wagner Within (WW)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusah agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan.
j. Silver Mean (SM)
Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos total per-periode.Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai ukuranlotyang tentatif (bersifat sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lott entatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lott entatif terakhir yang ongkos total periodenya masih menurun.

6. Kelemahan MRP
Problem utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data. Jika terdapat data salah pada data persediaan, bill material data/master schedule kemudian juga akan menghasilkan data salah. Problem utama lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi produk tertentu (asumsi semua variable). Desain sistem ini juga mengasumsikan bahwa "lead time" dalam proses in manufacturing sama untuk setiap item produk yang dibuat
Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai tempat. Hal ini berakibat terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan menurut individu perusaaannya dan memungkinkan terjadinya komunikasi antar perusahaan sehingga dapat mendistribuskan setiap komponen pada kebutuan perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu diterapkan sebelum menerapkan sistem MRP. Sistem ERP system dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar bagaimana kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses produksi.
MRP tidak mengitung jumlah kapasitas produksi. Meskipun demikian, dalam jumlah yang besar perlu diterapkan suatu sistem dalam tingkatan lebih lanjut, yaitu MRP II. MRP II adalah sistem yang mengintegrasikan aspek keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan kapasitas.

Selasa, 01 Juni 2010

Sumbangan Perbankan ke Perekonomian Masih Rendah

Whery Enggo Prayogi - detikFinance
Jakarta - Rasio kredit perbankan terhadap PDB Indonesia, idealnya bisa dikisaran 70% untuk menggerakan ekonomi dalam negeri khususnya sektor riil. Sampai akhir 2009, rasio kredit terhadap PBD baru di level 28%.

Menurut Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, rasio ketergantungan kredit perbankan Indonesia masih rendah. Jauh tertinggal dengan negara-negara Asia lain, seperti China, Korea Selatan dan Taiwan, yang masing-masing rasionya, 119%, 137% dan 175%.

Dengan rendahnya rasio yang dimiliki, maka pertumbuhan ekonomi tidak bergerak signifikan. "Indonesia idelanya bisa naik lagi di 60-70%. Namun faktor tingginya rasio ini memang lebih akibat kepastian keadilan, yang belum terlihat," papar Ichsan saat ditemui di Hotel Grand Hyaat, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (1/6/2010).

Ia menambahkan, untuk meningkatkan rasio kredit perbankan terhadap PDB, cara yang paling efektif adalah mempercepat pembangunan infrastruktur. Meskipun bukan menjadi wacana yang baru, namun langkah ini dinilai paling baik agar kontraktor dan subkontraktir dapat bergerak.

"Mereka kan nantinya memerlukan dana untuk pembangunan, dan bisa diambil dari kredit perbankan. Komoditas juga bisa mendorong kenaikan, namun kan tergantung harga komoditas dunia," jelasnya.

Ichsan pun mengingatkan, rasio kredit perbankan terhadap PDB jangan sampai mendekati level 100%. Pasalnya, ekonomi Indonesia akan sangat tergantung dari pergerakan industri perbankan.

Tidak hanya rasio kredit perbankan terhadap PDB yang rendah. Rasio kapitalisasi bursa saham juga mengalami hal yang sama, atau setara 40%.

Rasio ini masih lebih besar dari Meksiko (23%), namun jauh tertinggal dari Singapura (177%), Malaysia (95%) dan Korea Selatan (95%).

Komentar :
Perbankan adalah jantung perekonomian suatu bangsa , jadi jika suatu bangsa tersebut mempunyai perbankan yang sehat maka perekonomian bangsa tersebut akan baik. Tapi keadaan ini tidak dialami oleh bangsa Indonesia. Lembaga perbankan di Indonesia masih kurang dalam membantu pembangunan perekonomian Indonesia, hal tersebut terlihat dari masih kurangnya tingkat kredit yang diberikan bank kepada usaha kecil menengah. Saya berharap lembaga perbankan di Indonesia dapat memobilisasi pembangunan dalam sector rill, dan berlomba-lomba dalam memberikan kredit usaha kepada masyarakat usaha kecil menengah.

BI Rate dan Bunga SUN Bakal Naik di Akhir Tahun

Herdaru Purnomo - detikFinance
Jakarta - Pemerintah memproyeksikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) akan mengalami kenaikan pada akhir tahun 2010. Hal tersebut akan memberikan dampak terhadap kenaikan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN).

"Kuartal IV-2010 atau di awal tahun 2011 ada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia, maka kalau seandainya perusahaan-perusahaan atau negara-negara yang ingin menghimpun dana internasional pasti pemilik modal akan minta return yang lebih tinggi. Itu sesuatu yang logis dan harus diantisipasi," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo usai rapat paripurna di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Selasa (01/06/2010).

Agus menjelaskan, suku bunga yang naik disebabkan karena tingkat inflasi yang akan naik. "Tahun ini malah kemungkinan akan ada penyesuaian harga listrik, jadi kita mesti siap-siap dan meyakinkan bahwa ekonomi kita terjaga dalam arti logistik bahan pokok baik, transportasi terjaga baik, infrastruktur baik sehingga peran dari inflasi bisa dikendalikan," tuturnya.

Menurutnya, saat ini tingkat bunga memang menjadi perhatian Kementerian Keuangan dan BI karena kondisi di negara Eropa. Apalagi, lanjut Agus, kondisi interbank di negara Eropa sudah mulai ketat.

"Jadi saya rasa kalau Eropa terus begini harus diwaspadai karena berdampak pada persepsi resiko dari investor dan pemilik modal dan itu bisa membuat penempatan dana di Indonesia dan negara berkembang akan harapkan return lebih tinggi," katanya.

"Kami merasa Kementerian Keuangan dan BI selalu berupaya supaya bisa tingkat bunga rata-rata bisa turun. Tapi kondisi di Indonesia di mana ada penyesuaian harga listrik membuat kita tidak terlalu optimis akan turun," imbuh Agus.

Komentar :

Saya rasa tidak seharusnya BI rate naik karena pada saat ini BI rate masih tinggi, apalagi sikap nakal bank-bank yang tidak mengikuti kebijakan – kebijakan BI, contohnya ketika pemerintah menurunkan BI rate para pihak bank tidak menurunkan tingkat BI rate , walaupun ada beberapa bank yang menurunkan tapi tidak sesuai dengan kebijakan BI.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. UGM. Yogyakarta : Salemba Empat.
Hall, James. 2009. Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta : Salemba Empat
Marshall B. Romney, Paul john steinbart. 2006. Sistem Informasi Akuntansi.
Jakarta:Salemba Empat.
George H. Bodnar, William S. Hopwood. 2003. Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta :
Salemba Empat.

BAB III TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah sistem informasi akuntansi penerimaan kas dari pasien rawat inap pada Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah (HGA) yang terletak di JL. Raden Saleh No.42 Depok 16420. Untuk lebih mengenal objek penelitian ini, maka penulis akan menguraikan secara singkat sejarah perusahaan, visi, misi, strategi perusahaan dan struktur organisasi perusahaan.
3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah (RS HGA) adalah sebuah rumah sakit swasta yang dikelola oleh PT Hasanah Graha Afiah yang didirikan pada tanggal 26 Juni 2002 berdasarkan akte notaris Ny. Ismiati Dwi Rahayu SH Nomor 16 yang disetujui oleh Menteri Kehakiman berdasarkan Surat Keputusan No. C26251 HT.01.01 TH 2003 tanggal 6 November. Rumah sakit ini berawal dari sebuah Rumah Bersalin (Surat Izin Dinkes Kota Depok No. 445.5/1327/VIII-Yankes; tanggal 9 Agustus 2004) dan Balai Pengobatan Umum (Surat Izin Dinkes Kota Depok No. 445/1326/VIII-Yankes; tanggal 9 Agustus 2004) dengan pelayanan dokter umum 24 jam, poli kebidanan dan poli anak. Namun pada perkembangannya para Komisaris PT. Hasanah Graha Afiah: dr. Maman Hilman, Sp.OG; dr. Huda Hilman Sp.A; Bp. Salim Alatas dan Bp Kazim Salim sepakat untuk mengubah status operasionalnya menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan mendapatkan izin operasional sementara dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat No. YM.02.04.3.5.2310 pada tanggal 9 Januari 2006, pada tahun 2008 bulan Agustus mendapat izin smentara menjadi Rumah Sakit Umum.


3.1.2 VISI & MISI PERUSAHAAN
Berdirinya suatu perusahaan pasti memiliki suatu tujuan yang merupakan suatu titik tolak agi segala pemikiran dalam suatu perusahaan. Dari tujuan tersebut maka dapat dilihat suatu arah atu cara suatu perusahaan untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan perusahaan .
3.1.2.1 Visi Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah
Menjadikan RS Hasanah Graha Afiah sebagai rumah sakit andalan keluarga Kota Depok dan sekitarnya dengan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien dan keluarganya dengan harga yang terjangkau.”
3.1.2.2 Misi Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah adalah:
1. Memberikan pelayanan yang menyeluruh bagi perawatan ibu dan anak secara profesional dan bertanggung jawab
2. Memberikan pelayanan yang mengutamakan mutu dan kepuasan pelanggan
3. Memberdayakan SDM secara berkesinambungan sebagai tulang punggung pelayanan dan mitra yang dapat diandalkan
4. Menciptakan suasana kerja yang nyaman, bersemangat, disiplin, bertanggungjawab dan solid diantara keluarga besar RS HGA dengan menerapkan manajemen yang efisien, efektif, mandiri dan bermutu untuk kemajuan bersama.
3.1.3 Strategi Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah
1. Peningkatan mutu sumber daya manusia
2. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
3. Pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

3.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan
RS HGA dipimpin oleh seorang Direktur. Dalam operasionalnya Direktur dibantu enam orang Manajer : Manajer Pelayan Medis, Manajer Penunjang Medis, Manajer Pelayanan Umum, Manajer Sumber Daya Manusia, Manajer Marketing & Sistem Informasi, Manajer Akuntansi & Keuangan Serta Manajer Keperawatan. KOMITE MEDIS membantu manajemen dalam menentukan kebijakan medis. Masing-masing Manajer dibantu oleh unit-unit teknis sesuai dengan fungsi organisasi yang sudah ditetapkan (tergambar dalam struktur organisasi).
1. Direktur
Direktur rumah sakit HGA mempunyai tugas untuk memimpin, meyusun kebijaksanaan, membina pelaksanaan, serta mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Manajer pelayan medis
Tugas manajer pelayan medis sebagai berikut :
a. Mengawasi kegiatan – kegiatan dibidang medis.
b. Menyusun laporan pertanggung jawaban terhadap penyelenggaraan kesehatan.
c. Menyusun kebutuhan pelayanan medis.

3. Manajer penunjang medis
Tugas manajer penunjang medis sebagai berikut :
a. Mengawasi kegiatan – kegiatan penunjang medis.
b. Kegiatan pelayanan penunjang dan menjamin terlaksananya kegiatan peningkatan mutu berkelanjutan, pelaksanaan kegiatan kebijakan manajerial tentang layanan penunjang

4. Manajer pelayanan umum
Manajer pelayanan umum memiliki tugas untuk melakukan pelaksanaan dan pengawasan urusan umum.
5. Manajer sumber Daya Manusia
Tugas manajer Sumber Daya Manusia sebagai berikut :
a. Melakukan pengawasan terhadap kinerja karyawan.
b. Melakukan pengkajian dan pengembangan terhadap sumber daya manusia.
c. Melakukan pendidikan dan pelatihan

6. Manajer marketing & sistem informasi
a. Melakukan pengumpulan dan pengelolaan data
b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan sisitem informasi manajemen.

7. Manajer akuntansi & keuangan
Tugas manajer akuntansi & keuangan
a. Membuat dan mengumpulkan bukti – bukti transaksi sebagai dasar dibuatnya laporan kuangan.
b. Menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan selama produksi.
c. Membuat anggaran penerimaan kas dan pengeluaran kas.




Gambar 3.1
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT HGA


3.1.5 FASILITAS PELAYANAN
RS HGA mempunyai fasilitas dan peralatan dasar untuk memenuhi pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan Gawat Darurat dan Ambulans
2. Pelayanan Rawat Jalan
3. Pelayanan Rawat Inap
4. Pelayanan Penunjang Medis

3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu meneliti salah satu masalah dalam perusahaan kemudian dibandingkan dengan teoi yang ada.
Dalam melakukan tinjauan penulis menggunakan analisis deskriptif.
’’Metode Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa masa sekarang’’(Moh. Nazir, 2003:54).

3.2.1 Teknik Pengumpula Data
Teknik pegumpulan data yang dilakukan yaitu:
1. Penelitian lapangan
a. Observasi
Penulis mendatangi Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah dan mengamati secara lagsung aktivitas yang dilkukan Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah.
b. Wawancara
Penulis mengajukan beberapa pertanyaan dan wawancara secara singkat dengan beberapa personil Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah guna memperoleh data primer berupa hasil penelitian mengenai sisem informasi akuntansi Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah.
2. Studi kepustakaan (Library Research)
Penulis memperoleh data yang bersifat teoritis dengan cara mempelajari buku buku maupun literatur – litratur serta bahan – bahan lain yang berhubungan dan relevan dengan pokok bahasan penulisan ilmiah ini.